SELAMAT DATANG DI CONANS, TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA, JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR.

Sponsor


Masukkan Code ini K1-35B8YD-8
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com
Produk SMART Telecom

Klik Aja

LinkShare  Referral  Prg

PR

Powered by  MyPagerank.Net Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net free counters

Mencari Aktor Intlektual ‘Orang Hitam’ Di Indonesia

Trans, Jakarta: Warga Negara Asing (WNA) yang masuk ke Indonesia tanpa dokumen semakin marak. Dari beberapa kasus yang terungkap para imigran itu memegang appointment slip dari UNHCR, lembaga di bawah PBB yang mengurusi pengungsi. Imigran atau ‘orang hitam’ jika tidak diawasi dengan bik bukan tidak mungkin mereka akan terlibat dalam sindikat narkoba.
Di kawasan Puncak Bogor, tepatnya di Hotel Kenanga 2, sebanyak 22 warga negara Afghanistan ditangkap petugas Imigrasi setempat. “Ternyata di antara mereka, tepatnya tiga orang sudah terdaftar dalam appointment script (naskah penunjukan) oleh UNHCR (lembaga di bawah PBB yang mengurusi pengungsi, red),” ujar Plh Kakanim Bogor, Ade Endang Dachlan.
Selanjutnya pengungsi asal Afghanistan itu diserahkan kepada UNHCR dan UNHCR telah bersedia memfasilitasi tempat tinggal sementara untuk para pengungsi tersebut di Vila Raggal, yang terletak di RT 01/10 Kampung Sampay Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua.
Langkah pengalihan pengungsi telah disiapkan, yakni dengan mendeportasinya ke Afghanistan jika keadaan di wilayah itu sudah memungkinkan. “Kemungkinan kedua adalah mengirim mereka ke negara lain yang memiliki fasilitas pengungsian lebih baik,” terang Ade.
Pengungsi Afganistan juga tertangkap di wilayah Cilegon (Banten), Kisaran, Lampung, dan Jambi. Ternyata mereka tidak memiliki dokumen yang sah masuk ke Indonesia dan tidak melalui pintu gerbang masuk (TPI) yang diawasi oleh pihak imigrasi. Namun, umumnya pengungsi asal Afganistan itu memegang appointment slip dari UNHCR.
Masalah appointment slip dari UNHCR, tampaknya menjadi problem tersendiri bagi pihak imigrasi. Sebab, di satu sisi pihak imigrasi inguin menegakkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, di pihak lain pihak UNHCR ingin melindungi pihak pengungsi.
Persoalannya, sejauh mana pihak UNHCR mengawasi para pengungsi asal Afganistan itu, sehingga tidak berkeliaran dan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan? Bagaimana kalau persoalan pengungsi ini juga merupakan sindikat perdagangan manusia? Apa jaminan dari pihak UNHCR para pengungsi tidak akan terlibat dalam sindikat peredaran narkoba.
Sekedar mengingatkan, Benjamin—warga asal Nigeria, yang merupakan mantan narapidana Bulak Kapal Bekasi, adalah warga negara asing yang terlibat sindikat narkoba, sehingga dia sempat menjadi target operasi (TO) pihak Mabes Polri, dan akhirnya mati tertembak. Belakangan diketahui, ternyata Benjamin bisa masuk ke Indonesia adalah berdasar fasilitas dari pihak UNHCR.
Boleh jadi, itulah sebabnya Bambang Soepadiyono selaku Kepala Kanim Klas I Jakarta Pusat bersikap tegas kepada pihak UNHCR, ketika dia bersama jajarannya berhasil menangkap 19 orang warga negara asal Afganistan, tiga hari menjelang Pemilu Legislatif 2009.
Dalam hal ini, Bambang Soepadiyono selaku Kepala Kanim Klas I Jakarta Pusat, sangat tegas dan bersikeras untuk menegakkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan keimigrasian, ketika mendapat ‘perlawanan’ dari pihak UNHCR.
Pihak UNHCR yang bertugas di Indonesia, yang juga diketahui berkebangsaan Indonesia itu, bersikeras mengatakan bahwa ke-19 yang ditangkap itu atas perlindungan UNHCR dan tidak bisa ditangkap dan ditahan. Orang UNHCR ini terkesan melindungi orang asing ini masuk ke Indonesia secara ilegal. Apakah oknum dari UNHCR ini terlibat sindikat penyelundupan manusia?
Memang dari 19 orang yang tertangkap itu itu, 1 orang di antaranya bernama Mehdi Hasan Reza, juga memegang UNHCR Asylum Seeker Certificate Nomor 6148. Tanggal pengeluarannya 3 April 2009 dan masa berlakunya habis 5 April 2009. “Sedangkan 18 orang lainnya memegang appointment slip dari UNHCR. Ke-19 orang tersebut tidak ada seorang pun yang dapat berbahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. Ini menyulitkan kami untuk melakukan pemeriksaan,” ujar Bambang Soepadiyono.
Namun, Kepala Kanim Klas I Jakarta Pusat itu tidak gentar, menghadapi desakan orang dari UNHCR itu. Karena tidak memiliki dokumen, Bambang Soepadiyono tetap menahan ke-19 orang WN Afganistan itu di Ruang Detensi Imigrasi Jakarta Barat. Penahanan dilakukan berdasarkan Pasal 53 UU No.9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian; Pasal 42 Undang-Undang No.9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindak Keimigrasian.
“Pokoknya saya menahan mereka berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini,” ujarnya tegas. Tentunya sebagai bawahan, Bambang Soepadiyono melakukan penahanan setelah sesuai dengan etika mekanisme yang berlaku di intern Direktorat Imigrasi. Karena itu, Kepala Kanim Klas I Jakarta Pusat pun telah melaporkan masalah ini ke Kepala Divisi Keimigrasian DKI Jakarta, Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, Kasubdit Tensipor dan Direktur Jenderal Imigrasi.
Menurut Bambang Soepadiono, pendaftaran ke-18 WNA asal Afganistan itu ke UNHCR guna mendapatkan Appointment Slip, menurut Kepala Kanim Klas I Jakarta Pusat, hanya kamuflase. “Hanya untuk mengantisipasi kalau kegiatannya diketahui oleh petugas pemerintah. Seolah-olah mereka semua sudah terdaftar di UNHCR, dengan asumsi mereka agar petugas Pemerintah Indonesia tidak dapat menyentuh dan menyerahkan kasusnya kepada UNHCR/IOM,” ujarnya.
Untuk memudahkan usaha ke Australia, mereka ternyata difasilitasi oleh Mehdi Hassan Reza pemegang UNHCR Asylum Seeker Certificate No.6148 itu. Dia juga berperan sebagai penghubung antara sindikat dengan ke-18 WNA tersebut, termasuk untuk menyediakan tempat tinggal dan memberi makan selama di Indonesia.
Selain itu, ternyata ke-18 orang WNA berkebangsaan Afganistan itu mengaku datang dari Malaysia ke Indonesia, ternyata tidak melalui TPI. Mereka menjadikan Indonesia sebagai tempat transit, yang selanjutnya akan menuju ke negara ke-3 secara illegal, yang diduga ke Australia.
“Rencana keberangkatan mereka ke Australia diorganisir oleh sindikat penyelundupan manusia, terbukti bahwa mereka dilokalisir di satu tempat dan selanjutnya diatur keberangkatannya,” ujar Bambang Soepadiyono.
WN Afganistan yang ditahan itu adalah sebagai berikut Mehdi Hassan Reza (dokumen No UNHCR Asylum Seeker Certificate No.6148); Ali Madad Huseini (Appoinment Slip 186-09C00419); Abdul Ali Bin Mohammad Ali (Appoinment Slip 186-09C00272); Muhammad Hadi Muhammad Ibrahim (Appoinment Slip 186-09C00357); Jam’ah Khan Bin Khadim Ali (Appoinment Slip 186-09C00279); Asadullah Redhoi (Appoinment Slip 186-09C00417); Ali Muhammad Khalandari (Appoinment Slip 186-09C00418); Muhammad Ali (Appoinment Slip 186-09C00170); Abdul Karim Bin Iwadz Ali (Appoinment Slip 186-09C00237).
Selanjutnya Sarwar Ali Bin Muhammad Bahksis (Appoinment Slip 186-09C00276); Muhammad Kazim Bin Evaz Ali Aka Juya (Appoinment Slip 186-09C00257); Syaukalani Bin Habibullah Aka Haidari (Appoinment Slip 186-09C00248); Muhammad Hanif (Appoinment Slip 186-09C00461); Muhammad RaRafiq Ishtaq Ali (Appoinment Slip 186-09C00458); Ali Yuwar Bin Ibrahim (Appoinment Slip 186-09C00462); Ghulam Sakhi Nadzari (Appoinment Slip 186-09C00459); Abbas Ali (Appoinment Slip 186-09C00416); Abdullah Adzim (Appoinment Slip 186-09C00415); Khadim Husein Bin Iwadz Ali (Appoinment Slip 186-09C00294).
(transaksi)

Comments :

0 komentar to “Mencari Aktor Intlektual ‘Orang Hitam’ Di Indonesia”

Posting Komentar

Komentar Anda kami harapkan!
Tolong tinggalkan alamat e-mail bagi anda yang anonim!
Terima Kasih.